Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer
Sistem Pemerintahan Presidensial
Sisitem
pemerintahan presidensial bertitik tolak dari konsep kekuasaan trias
politica. Sistem ini menghendaki adanya pemisahan kekuasaan secara tegas
khususnya antara eksekutif dan legeislatif. Ciri sistem pemerintahan
presidensial adalah:
1. Kedudukan kepalan negara (presiden) adalah sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan.
2. Presiden dan
parlemen dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu sehingga akan
terjadi presiden berasal dari partai politik yang berbeda dengan partai
politik di parlemen.
3. Presiden dan
parlemen tidak bisa saling mempengaruhi. Hal ini mengingat kedua lembaga
ini sama-sama bertanggung jawab kepada rakyat. Pola semacam ini
merupakan bentuk perluasan pola representasi rakyat.
4. Presiden tidak
dapat diberhentikan oleh parlemen dalam masa jabatannya namun jika
presiden melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum maka bisa
dikenai impeachment (pengadilan DPR). Pelaksanaannya dilakukan oleh
Hakim Tinggi pada Supreme Court bukan anggota parlemen.
5. Dalam rangka
menyusun kabunet (menteri), presiden wajib meminta persetujuan parlemen.
Dengan demikian presiden hanya menyampaikan calon anggota kabinet,
sedangkan parlemen yang menentukan personil yang definitif. Kemudian
presiden mengangkat menteri tersebut setelah mendapat persetujuan
parlemen.
6. Menteri-menteri yang diangkat oleh presiden wajib tunduk dan bertanggung jawab pada presiden.
Baca Juga
Dalam sistem
presidensial, kedudukan eksekutif tidak bergantung badan perwakilan
rakyat. Adapun dasar hukum dan kekuasaan eksekutif dikembalikan pada
pemilihan rakyat. Kekuasaan membuat undang-undang di tangan kongres,
sementara presiden memiliki hak veto terhadap undang-undang yang sudah
dibuat. Tugas peradilan dilakukan oleh badan peradilan yang tidak boleh
dipengaruhi oleh kekuasaan lain. Hakimnya diangkat seumur hidup selama
kelakuannya tidak tercela. Negara penganut sistem presidensial adalah
Indonesia, Turki dan Amerika Serikat.
Presiden RI sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan |
Sistem Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem
parlementer hubungan antara eksekutif dan yudikatif sangat erat. Hal ini
disebabkan para menteri bertanggung jawab terhadap parlemen. Setiap
kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dari
parlemen. Dengan demikian, kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak
boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.
Sistem parlementer
lahir dari pertanggungjawaban menteri. Misal, di Inggris dimana seorang
raja tidak dapat diganggu gugat dan jika terjadi perselisihan antara
raja dan rakyat maka menteri yang bertanggung jawab terhadap segala
tindakan raja.
Ada beberapa ciri sistem pemerintahan parlementer yaitu:
a. Terdapat
hubungan erat antara eksekutif dan legislatif (parlemen) bahkan antara
keduanya saling memengaruhi satu sama lainnya.
b. Eksekutif yang
dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh parlemen dari partai politik
peserta pemilu yang menduduki kursi mayoritas di parlemen.
c. Kepada negara
berkedudukan sebagai kepala negara saja bukan sebagai kepala eksekutif
atau pemerintahan. Kedudukan seperti ini mengakibatkan kepala negara
tidak dituntut pertanggungjawaban konstitusional apapun sebab kepala
negara hanya berfungsi sebagai simbol negara. Walaupun demikian, kepala
negara juga diberik wewenang untuk menunjuk formatur kabinet dan
membubarkan kabinet jika keadaan darurat.
d. Dikenal juga
mekanisme pertanggungjawaban menteri kepada parlemen yang mengakibatkan
parlemen dapat membubarkan atau menjatuhkan mosi tidak percaya kepada
kabinet jika pertanggungjawaban atas pelaksanaan pemerintahan yang
dilakukan oleh menteri, baik secara perseorangan maupun kolektif tidak
dapat diterima oleh parlemen.
e.
Raja/ratu/presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara tidak
bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
f. Eksekutif
bertanggung jawab kepada legislatif. Kabinet harus meletakan atau
mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, jika parlemen mengeluarkan
pernyataan mosi tidak percaya kepada menteri.
g. Dalam kabinet
dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan perdana menteri
adalah ketua partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak
oposisi.
h. Jika ada perselisihan antara kabinet dengan parlemen, kepala negara akan membubarkan parlemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar