Kedua istilah tersebut memiliki banyak variasi di dunia.[2] Sistem ekonomi yang berlaku di Amerika Utara dan Eropa Barat umpamanya, dapat disebut sebagai sistem ekonomi campuran, karena sudah tidak asli kapitalis, tetapi bukan pula sosialis.[2] Namun persepsi umum menilai bahwa sistem ekonomi Amerika Serikat adalah sebuah model ekonomi kapitalis yang paling representatif, sedangkan sistem ekonomi di Uni Soviet (dulu sampai 1991) atau Republik Rakyat Tiongkok adalah model ekonomi sosialis yang paling baku.[2] Model ekonomi yang mendekati model ekonomi campuran adalah sistem ekonomi Inggris atau negara-negara Eropa Barat yang lazim disebut juga sebagai negara kesejahteraan welfare state.[2]
Ontologis
Secara historis, sistem Ekonomi Pancasila bukanlah hal yang baru, baik dilihat dari segi filosofis, konsepsi, maupun implementasi.[3] Bahkan sistem Ekonomi Pancasila telah dipraktikkan secara nyata dalam kebijakan pembangunan ekonomi sejak Indonesia merdeka.[3]Ekonomi Pancasila merupakan hal pokok dari sistem ekonomi Indonesia yang telah diamanatkan dalam Konstitusi UUD 1945.[3] Suatu sistem ekonomi yang digali dan dibangun dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia.[3] Beberapa prinsip dasar yang ada tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan, nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan, dan keadilan.[3]
Sebagaimana teori ekonomi neo-klasik yang dibangun atas dasar paham liberal dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68), Sistem Ekonomi Pancasila juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa berasal dari nilai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia.[3]
Ekonomi Pancasila sebenarnya adalah teori dan sistem ekonomi yang bertujuan menggantikan perekonomian kolonial menjadi nasional.[3] Karena itu, untuk membumikan ekonomi Pancasila diperlukan pemahaman hakikat perekonomian kolonial dalam wacana ontologis.[3]
Karakteristik
- Dikembangkannya koperasi;
- adanya komitmen pemerataan;
- lahirnya kebijakan ekonomi yang nasionalis;
- perencanaan yang terpusat; dan
- pelaksanaannya secara desentralisasi.[4]
Kebijakan Perekonomian
Pemerintah telah menerbitkan paket kebijakan ekonomi tambahan pada Oktober 2013.[butuh rujukan] Kebijakan tersebut ditargetkan bisa mengurangi laju impor, mendorong ekspor, memperkuat struktur industri, dan menahan keluarnya modal asing.[6][7] Konsep dan instrumen yang akan digunakan dalam kebijakan ini telah rampung di mana paket baru ini adalah tindak lanjut atas kebijakan Agustus 2013, yang berfokus pada antisipasi gejolak ekonomi akibat penghentian stimulus Bank Sentral Amerika Serikat.[6][7] Paket kebijakan Oktober lebih mengarah pada reformasi struktural.[6]Khusus untuk Kementerian Keuangan Republik Indonesia, paket kebijakannya berkisar di sektor fiskal, seperti pajak dan cukai.[6] Beberapa kebijakan yang mungkin diterbitkan pemerintah, yakni insentif untuk mendorong investasi industri serta aturan yang mampu menahan modal asing untuk tidak mudah keluar dari Indonesia.[6] Ini dilakukan dengan cara mendorong investor asing melakukan re-investasi atas investasi langsung yang ditanamkan di Indonesia.[6] Sedangkan untuk mendorong ekspor, pemerintah akan mendorong diversifikasi dari sisi negara tujuan maupun jenis komoditas.
Pada Agustus 2013, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi perekonomian.[6] Strategi tersebut dibagi dalam empat paket, yakni perbaikan neraca transaksi berjalan, menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli, menjaga inflasi dan percepatan investasi.[6][7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar